Lini masa media sosial tengah ramai dengan pemberitaan persiapan demo yang akan dilakukan di Jakarta pada 4 November 2016 nanti.
Demo yang direncanakan oleh salah satu ormas Islam ini menyasar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnawa alias Ahok yang mereka dakwa telah melecehkan Alquran.
Terlepas dari rencana demontrasi tersebut, Indonesia sejatinya sudah sangat akrab dengan aksi demo atau demontrasi.
Bahkan, banyak perubahan signifikan yang terjadi di negara ini pasca-proklamasi berawal dari aksi turun jalan.
Ada demonstrasi 1966, ada demonstrasi 1974, dan yang paling terkenal adalah demonstrasi 1998.
Dengan tidak bermaksud mengecilkan aksi-aksi lainnya, tiga babakan demontrasi itu rasanya adalah yang paling monumental.
1. Demonstrasi 1966 (Tritura)
Khalayak lebih mengenalnya dengan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Ini merupakan tiga tuntutan kepada pemerintah yang diserukan oleh para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Aksi ini kemudian diikuti oleh Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI). Kemudian ikut mendompleng belakangan yaitu Angkatan Bersentara Republik Indonesia (ABRI).
Selain soal ganjing-ganjing 1 Oktober 1965, kondisi Indonesia disebut sudah sangat parah, baik ekonomi maupun politik.
BBM melambung tinggi, harga barang naik, dan lain sebagainya. Adapun isi Tritura adalah:
# Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya
# Perombakan kabinet Dwikora
# Turunkan harga sembako
Tuntutan pertama dan kedua sejatinya sudah pernah diserukan oleh KAP-Gestapu (Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September).
Sementara tuntutan ketiga, baru diserukan saat itu juga, karena dianggap mewakili kepentingan orang banyak.
Pada 21 Februari 1966 Presiden Soekarno mengumumkan reshuffle kabinet.
Dalam kabinet itu duduk para simpatisan PKI.
Kenyataan ini menyulut kembali mahasiswa meningkatkan aksi demonstrasinya.
Tanggal 24 Februari 1966 mahasiswa memboikot pelantikan menteri-menteri baru.
Dalam insiden yang terjadi dengan Resimen Tjakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden Soekarno, seorang mahasiswa Arif Rahman Hakim meninggal.
Pada tanggal 25 Februari 1966 KAMI dibubarkan, namun hal itu tidak mengurangi gerakan-gerakan mahasiswa untuk melanjutkan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Rentetan demonstrasi yang terjadi menyuarakan Tritura akhirnya diikuti keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) oleh Presiden Soekarno yang memerintahkan kepada Mayor Jenderal Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
2. Malari
Khalayak mengenalnya dengan tragedi Malari (Malapetaka 15 Januari 1974).
Gerakan ini terjadi bersamaan dengan kunjungan Perdana Menteri Jepang Tanaka Kakuei ke Indonesia.
Mahasiswa menganggap Jepang saat itu sebagai pemeras ekonomi Indonesia lantaran mengambil lebih dari 53 persen ekspor dan memasok 29 persen impor Indonesia.
Tak hanya itu, investasi jepang yang semakin bertambah dari waktu ke waktu di Jawa dianggap membunuh pengusaha-pengusaha kecil pribumi.
Tentu saja ini membuat beberapa kalangan, terlebih mahasiswa khawatir.
Mereka pun berencana melakukan aksi damai di pusat kota.
Aksi ini dipimpin oleh Hariman Siregar yang saat itu menjabat sebagai ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia.
Aksi apel besar yang dipusatkan di halaman Universitas Trisakti ini tadinya merupakan aksi damai, namun tanpa disangka yang terjadi adalah vandalisme di berbagai tempat di wilayah ibukota.
Dikutip dari tulisan Ausof Ali yang berjudul “15 Januari 1974, Sebuah Tragedi” di halaman Kompasiana, disebutkan mobil, motor, dan produk elektronik Jepang semuanya dibakar.
Bukan hanya itu, gedung-gedung dan pusat perbelanjaan di Senen dan Harmoni pun turut dibakar.
Kerusuhan ini setidaknya memakan korban hingga 11 orang meninggal dunia, 75 luka berat, ratusan luka ringan, 775 orang ditahan, 807 mobil dan 187 motor dibakar, dan 160 kg emas raib entah ke mana.
Tak hanya itu, ratusan gedung juga luluh lantak.
Astra Toyota Motors, Coca-cola, Pertamina, dan lain sebagianya menjadi sasaran amuk massa.
Jika dirunut ke belakang, peristiwa Malari sejatinya merupakan akumulasi dari permasalahan-permasalahan yang terjadi awal pemerintah Orde Baru ditandai dengan kedatangan Inter-Govermental Group on Indonesia (IGGI) pada 11 November 1973.
Beberapa orang menyebut Malari merupakan perlawanan terhebat pertama terhadap Orde Baru.
Dari 700-san orang yang ditangkap, 45 di antaranya ditahan, dan hanya tiga yang dibawa ke pengadilan. Mereka adalah Hariman Siregar, Aini Chalid, dan Sjahrir. Dua pertama masih mahasiswa, satu terakhir sudah lulus.
Selain penahanan beberapa aktivis, dampak yang terasa pasca-Malari adalah ditutupnya beberapa media massa yang dianggap memprovokasi massa secara paksa.
Semisal Abadi, Harian Kami, Indonesia Raya, Nusantara, dan Pedoman.
3. Demo 1998
Gerakan-gerakan yang muncul di awal 1990-an mencapai klimaksnya pada 1998.
Aksi ini dianggap sangat monumental karena sukses menggulingkan Soeharto yang berkuasa selama lebih dari tiga dasawarsa.
Gerakan ini mendapatkan momentumnya ketika Indonesia diterpa krisis moneter pada 1997 beberapa menyebut embrionya adalah Peristiwa 27 Juli 1996.
Mundurnya Soeharto menjadi agenda utama gerakan ini.
Kondisi-kondisi seperti melambungnya harga bahan pokok dan daya beli masyarakat berkurang membuat aksi ini mendapatkan simpati dari khalayak luas.
Selain jatuhnya Soeharto, aksi massa 1998 juga ditandai dengan terjadinya beberapa kejadian pilu: Tragedi Trisaksi dan Tragedi Semanggi I dan II.
Mahasiswa turun ke jalan dengan kampus Trisaksi sebagai titik awal aksi.
Dalam aksi ini, ada empat mahasiswa yang tewas tertembak aparat kepolisian: Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, Hendriawan Sie.
Sementara Tragedi Semanggi menunjukkan dua aksi protes terhadap pelaksanaan dan agedan Sidang Istimewa MPR yang mengakibatkan tewasnya belasan warga sipil.
Pada Tragedi Semanggi I yang terjadi pada 11-13 November 1998, ada 17 warga sipil yang tewas, sementara pada Tragedi Semanggi II terjadi September 1999 terdapat 1 warga sipil yang meninggal.
Posting Jelang 4 Nov, 3 Demo Besar yang Pernah Terjadi Dalam Sejarah Indonesia ditampilkan lebih awal di 7uplagi.com.